INISUMEDANG.COM – Dalam rangka melestarikan seni tradisi buhun Tutunggulan dan Dongdod kelompok Emak-emak Desa Sukaluyu Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang unjuk kabisa dihadapan warga pada Sabtu 8 Januari 2022 kemarin.
Pada kesempatan tersebut, mereka unjuk ‘kabisa’ dengan mempertunjukkan tampilan seni tradisi buhun tutunggulan dan dongdod dihadapan masyarakat setempat.
Selain sebagai upaya untuk melestarikan tradisi, pertunjukan juga sekaligus untuk menghibur masyarakat Desa Sukaluyu.
Kepala Desa Sukaluyu Dendi Permana menuturkan, tampilan kesenian ini bukan hanya untuk sekadar menghibur warga tapi juga dalam upaya melestarikan tradisi kearifan lokal yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu.
Suguhan seni tradisi ini pun mendapat sambutan gembira dari masyarakat Sukaluyu.
Antusiasme masyarakat dapat terlihat dengan banyaknya yang menonton pertunjukan seni buhun tutunggulan dan dongdod tersebut.
Seni Tradisi Buhun Tutunggulan dan Dongdod Sebagai Warisan Leluhur Harus Didukung Masyarakat Supaya Tidak Punah
“Dengan seringnya kegiatan-kegiatan seperti ini, kesenian buhun tutunggulan dan dongdod diharapkan akan tetap lestari,” kata Kades.
Hal senada disampaikan Asep warga setempat, ia mengajak seluruh masyarakat Desa Sukaluyu menerapkan nilai-nilai seni dan budaya tutunggulan dan Dongdod supaya tidak hilang.
“Saya berharap kepada masyarakat untuk mendukung seni tradisi buhun tutunggulan dan dongdod sebagai warisan leluhur supaya tidak punah,” tutur Asep
Adapun esensi dari seni tradisi buhun tutunggulan ini, sambung Asep, yaitu tercapai dan terjalinnya tali silaturahmi antara para pelaku seni tradisi buhun dan masyarakat sekitar.
“Hikmah lain diantaranya antara pelaku seni dan mayarakat bisa semakin erat karena akan terjalin silaturahmi,” imbuhnya.
Lebih jauh ia berharap kegiatan emak-emak tersebut diikuti oleh anak-anak muda.
“Saya berharap kesenian tradisional buhun seperti ini dapat diikuti oleh generasi milenial saat ini,” tandasnya.
Perlu diketahui, Seni buhun Tutunggulan adalah kesenian yang berawal dari tradisi yang berkembang di Jawa Barat.
Seni ini muncul berawal dari kebiasaan masyarakat yang dilakukan turun temurun nenek moyang. Tutunggulan diambil dari nutu atau numbuk yaitu aktivitas masyarakat tempo dulu seusai panen padi di sawah.
Adapun sebagai medianya yaitu sebuah lisung dan alu atau antan untuk menumbuk. Untuk melakukan kegiatan ini tidak seorang, tetapi dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok.
Saat menumbuk padi itulah benturan halu saling berganti mengenai bagian lisung menghasilkan suara khas.