Ditengah Perkembangan Zaman, Tatang Warga Rancakalong Sumedang Ini Masih Jualan Lahang

SUMEDANG, 13 Februari 2025 – Meski zaman sudah modern, dan perkembangan dunia makanan dan minuman semakin banyak, namun Tatang warga Kampung Ciseupan Desa Pasir Biru, Kecamatan Rancakalong Sumedang, masih bertahan menjajakan minuman tradisional lahang yang terbuat dari air sadapan pohon Aren.

Tatang, mungkin hanya 1 dari puluhan pedagang air lahang yang tersisa di Sumedang. Bagaimana tidak, meski persaingan dunia bisnis makanan dan minuman semakin pesat, namun Tatang tetap yakin dengan pendiriannya menjajakan air lahang selama puluhan tahun.

Dengan baju yang lusuh, dan topi yang sudah tidak jelas warnanya apa, Tatang menggendong bambu seukuran 2 meter dengan diameter 20 centi meter. Bambu itu diikat tali dan penutup dari plastik. Ya, di dalam bambu tua itu ada air lahang yang siap dijajakan ke setiap konsumen.

Ini Baca Juga :  10 Kelebihan Taksi Online Listrik Evista, Karya Anak Indonesia

Bambu itu, berisi 15 liter lahang. Tatang biasa menjual 1 gelas cup plastik seharga 5.000. Namun kadang, ada yang membeli sampai 50.000 tanpa uang kembalian.

Setiap dua hari sekali, Tatang berjualan air lahang. Dia berangkat dari Rancakalong jam 6.30 pagi dan berkeliling dengan jalan kaki sampai ke kota Bandung, Jatinangor, Cileunyi, Cimanggung dan Tanjungsari. Tentu saja, pada malam hari sebelum berangkat jualan, Tatang menyadap air lahang yang kemudian, pada subuh diambil untuk diolah kemudian dijual.

Dalam sehari, Tatang mampu menghabiskan 15 liter air lahang, dengan pendapatan mencapai Rp300.000 per hari. Air lahang tersebut diperoleh dari pohon aren di kebunnya sendiri, di daerah Kampung Ciseupan Desa Pasir Biru Rancakalong.

Ini Baca Juga :  Bank BJB Hormati Langkah APH dalam Proses Perbankan di Indramayu

Tatang menjelaskan bahwa air lahang tersebut disadap selama sehari semalam, dan dalam semalam dapat menghasilkan 15 liter air dari 2 pohon aren.

“Alhamdulillah Usaha yang saya geluti selama 30 tahun ini, telah berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang SMA. Bahkan bisa membeli tanah seluas 1,5 hektare di daerah Rancakalong,” ujarnya.

Kini, Tatang menjadi satu-satunya penyadap aren dan penjual air lahang yang masih bertahan di era modern ini. Keberhasilannya menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar untuk terus melestarikan tradisi dan memanfaatkan potensi alam yang ada.

Ini Baca Juga :  Tak Hanya Dukung Eni-Ridwan, Galih Kartasasmita Akan Sapa Warga Sumedang

“Selain air lahang, saya juga menjual olahan atau bahan mentah gula aren. Mirip air lahang namun lebih kental seperti madu. Per botolnya, saya jual Rp20.000. Sementara ada juga minyak lahang atau untuk memijat orang, yang dijual dengan harga Rp15.000 per botol,” tandasnya.