BANDUNG – Serasa di masa kerajaan. Itulah kalimat yang terlintas ketika melihat desain bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Mukhul Ibadah Kadaun Seureuh, Desa Banjaran Wetan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung.
Kendati bangunannya belum sepenuhnya sempurna, tetapi saat memasuki pesantren di Jalan Kiara Payung itu nampak masjid bergaya Timur Tengah dan khas nusantara menyambut dilengkapi interior memukau.
Desain bangunan di bagian dalam Ponpes Mukhul Ibadah Kadaun Seureuh Banjaran itu pun tak kalah unik. Pasalnya menuju area pondokan para santri, berdiri gerbang kokoh berbentuk candi yang disusun dari batu bata merah.
Kemudian, terdapat juga gazebo, rumah-rumah panggung berbahan kayu khas nusantara beserta simbol-simbol merah putih menghiasi salah satu pesantren di kawasan Banjaran, Kabupaten Bandung itu.
Selain dari sisi bangunannya yang menyedot perhatian, tampilan para santri di ponpes yang berada di lahan seluas 2 hektar ini pun berbeda dengan yang lain. Karena santri laki-laki setiap hari memakai iket dan pangsi.
Pimpinan Ponpes Mukhul Ibadah Kadaun Seureuh, Saeful Kholik menyebut sebelum akhirnya diresmikan menjadi pesantren pada tahun 2019 lokasi ini merupakan majelis ta’lim yang dipimpin oleh para kiai sepuh.
Seiring berjalannya waktu, lanjut Saeful, lahir ide pembentukan ponpes. Dengan harapan dapat menjadi salah satu sarana pengajaran bagi masyarakat mengenai agama Islam rahmatan lil alamin yang dibawa Rasulullah.
Budaya Nusantara Sebagai Konsep Awal Grand Plan Desain Bangunan Ponpes
“Konsep awal grand plan-nya itu tak ada tema khusus. Hanya obrolan kecil bersama tim mengamati situasi. Dimana ada hal yaitu budaya nusantara yang juga perlu diangkat,” tutur Saeful Kholik kepada wartawan.
Atas dasar itu, ungkap Saeful, lalu tercetus arsitektur khas nusantara ini utamanya sunda dikombinasikan dengan ornamen Islami. Selain sebagai upaya mengajarkan agama juga mengedukasi budaya ke santri.
“Konsep pendidikan di ponpes ini sendiri kami menerapkan kurikulum khusus yakni kepesantrenan seperti kitab kuning. Itu diajarkan disini. Dan juga soal kesundaan, karena kita ada di Tatar Pasundan,” katanya.
Lebih jauh, Saeful pun bersyukur walau termasuk pesantren baru tetapi respons masyarakat cukup baik. Hal itu seiring dengan adanya orangtua yang menitipkan putra putrinya menimba ilmu di ponpes-nya.
“Ada santri dari wilayah Kabupaten Bandung, tapi paling jauh dari Bogor, hingga Cianjur Selatan. Jadi yang kami ajarkan disini soal ilmu keislaman dan juga dasar tradisi sunda seperti adab serta tata krama,” ucapnya.
Di akhir perbincangan dengan wartawan, Saeful sangat berharap melalui konsep ponpes-nya ini bisa menjadi cara dalam menyampaikan pesan bila pada prinsipnya agama dan budaya itu berjalan beriringan.