Berbicara tentang penyelenggara dalam keberlangsungan Negara, Penyelenggara pemilu merupakan bagian penting untuk keberlangsungan politik. Kepercayaan publik terhadap politik juga merupakan pekerjaan penting penyelenggara untuk menanamkan pendidikan politik terhadap publik juga. Namun kita lihat perjalanan daripada penyelenggara pemilu menghadapi 2024 yang sempat menimbulkan prahara dan kegelisahan publik. Kala rekrutmen BAWASLU Kabupaten/Kota yang mengalami keterlambatan pengumuman hasil seleksi. Dengan dalih keterbatasan personalia di BAWASLU Provinsi sangat tidak rasional mengawasi tingkat Kabupaten dan Provinsi secara bersamaan.
Di susul dengan pernyataan sikap dari Koalisi Masyarakat Untuk Integritas Pemilu yang menduga bahwa tahapan seleksi tersebut ada sebuah agenda setting yang kuat dan terstruktur secara sistematis. Hal ini lagi-lagi diduga merupakan kesengajaan penundaan dari pihak yang mempunyai kepentingan politik. Yaitu dengan memanfaatkan momentum seperti yang ada pada konsep strategi Assymmetric Politic. Akibatnya terjadilah kekosongan pimpinan Bawaslu di 514 Kabupaten/Kota karena masa jabatan Bawaslu Kabupaten/Kota yang sebelumnya habis di tanggal sebelum hasil pengumuman seleksi. Padahal di saat yang bersamaan waktu itu pemilu sedang memasuki fase krusial. Yakni penetapan daftar Caleg sementara (DCS) yang berpotensi tidak dapat diawasi secara melekat oleh pengawas pemilu. Dan hal ini bukan yang pertamakalinya di lakukan oleh BAWASLU.
Penyelenggara Pemilu dalam undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh Rakyat. Ada tiga pihak penyelenggara pemilu yaitu : Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).