BANDUNG – Sebanyak 1.500 ton sampah dihasilkan setiap harinya di Kota Bandung atau 0,63 kilogram tiap orang per hari. Dengan volume yang besar ini tentu perlu segera mencari solusi.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna dalam diskusi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis 27 Oktober 2022. Padahal, menurutnya mindset terhadap sampah itu perlu diubah dari ‘permasalahan’ menjadi ‘potensi’.
Dia memaparkan, mayoritas jenis sampah yang dihasilkan Kota Bandung adalah sisa makanan sebanyak 44,5 persen. Lalu, sampah plastik 16,7 persen. Karton sebanyak 13,2 persen. Kemudian sampah kain sebanyak 4,75 persen.
“Kalau masih dilakukan penanganan dengan cara konvensional, tahun 2023 sampah Kota Bandung bisa sampai 1.700 ton per hari,” ujar Ema.
Terlebih Kota Bandung tidak memiliki TPA sendiri, masih bergabung dengan wilayah lain di Sarimukti Kabupaten Bandung Barat. Belum lagi infrastruktur dan kendala lainnya yang masih menjadi tantangan tersendiri.
“Perlu ada pergeseran paradigma. Jangan jadikan sampah sebagai masalah, tapi benar-benar harus jadi potensi, meski memang ini tidak mudah,” ucapnya.
Di Kota Bandung, kata Ema, ada 10 persen RW yang sudah baik penanganan sampahnya. Demi mengoptimalkan penanganan sampah, Pemkot Bandung bersama ITB berkolaborasi dalam program Smart with Living Lab (SWLL).
“Kemarin sudah menentukan tiga kawasan DDG (Dago DU Ganesha), sekarang ditambah Braga. Kita terus berdiskusi, tak hanya untuk membenahi masalah sampah, tapi juga menangani masalah PKL, parkir liar, dan titik kemacetan yang sering terjadi di empat kawasan ini,” ungkapnya.
Bahkan, disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung itu daerahnya telah mendapatkan bantuan dari PUPR berupa Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Refused Derived Fuel (RDF) di Holis.
“Ini bisa menjadi potensi ekonomi dan peluang lapangan kerja yang baru. Ini menjadi salah satu strategi yang sangat efektif jila bisa kita terapkan di seluruh kecamatan,” tandasnya.